TUGAS : PSDA TENTANG: PENGENDALIAN BANJIR DAN KEKERINGAN
PENGENDALIAAN BANJIR
DAN KEKERINGAN
Pengendalian
Banjir
A.
Pengertian Banjir
Air merupakan sumber kehidupan.
Seluruh kehidupan di bumi ini bergantung pada keberadaan air, karena air
merupakan kebutuhan dasar seluruh mahkluk di bumi. Manusia memerlukan air untuk
terus hidup, mulai dari kebutuhan untuk tubuh seperti minum, untuk kebersihan
seperti mandi dan mencuci, sampai dalam mata pencaharian masing-masing seperti
dalam pertanian atau industri. Disisi lain air yang jumlahnya terlalu banyak
karena curah hujan akan menyebabkan terjadinya banjir sehingga banyak merugikan
masyarakat dan aktifitas manusia lainnya. Adapun beberapa pengertian banjir
sebagai berikut :
1.
Berdasar SK SNI M-18-1989-F
(1989) dalam Suparta 2004, banjir adalah aliran air yang relatif tinggi, dan
tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran.
2.
Buku Geografi kelas XI yang
ditulis oleh Nurmala Dewi tahun 2007, banjir adalah peristiwa tergenangnya
suatu wilayah oleh air, baik air hujan, air sungai, maupun air pasang.
3. Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di
suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir
dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga
menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
4. Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang
berlebihan merendam daratan.
Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran
air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai,
ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.
Banjir yang terjadi
dilingkungan kita tentu saja banyak. Bahkan definisi dari bermacam-macam banjir
itu tersebut berbeda. Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya:
1. Banjir air
Banjir yang satu ini
adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai,
danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya
banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai
atau danau tidak mampu lagi menampung air.
2. Banjir “Cileunang”
Jenis banjir yang
satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan
oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir
akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera
mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air
dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir
dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).
3. Banjir bandang
Tidak hanya banjir
dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air
berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air
karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini
untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu
daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan,
dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air
ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan
sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material
ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar
pegunungan.
4. Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah
banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap
melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan
menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan
menggenangi daratan.
5. Banjir lahar dingin
Salah satu dari
macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya
terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar
dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar
dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah
meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.
6. Banjir lumpur
Banjir lumpur ini
identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip
banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi
dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan
lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang
berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum
dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di
sekitar titik semburan lumpur utama.
B. Penyebab Banjir
Banjir diakibatkan oleh
volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air
keluar dari batasan alaminya. curah hujan tidak dapat diprediksi secara akurat
akibat pemanasan global yang menyebabkan iklim menjadi tidak menentu. Adapun
beberapa penyebab terjadinya banjir antara lain sebagai berikut :
Ø Sungai
- Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat
melebihi kapasitas saluran sungai. Diakibatkan hujan deras monsun,
hurikan dan depresi tropis, angin luar dan hujan panas yang mempengaruhi salju.
Rintangan drainase tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-puing dapat mengakibatkan banjir perlahan di sebelah
hulu rintangan.
- Cepat: Termasuk banjir bandang akibat
curah hujan konvektif (badai petir besar)
atau pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang bendungan, tanah longsor, atau gletser.
Sungai-sungai yang
membelah Jakarta sudah tidak lagi berfungsi maksimal dalam menampung air.
Selain karena pendangkalan dan rumah-rumah penduduk yang menyemut di sepanjang
pinggirannya, juga karena sungai-sungai ini penuh dengan sampah. Berbagai jenis
sampah dapat ditemukan di badan sungai. Di beberapa tempat, tumpukan sampah itu
begitu banyak sehingga menjadi sebuah daratan yang dapat diinjak manusia.
Ø Muara
Biasanya diakibatkan
oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon
ekstratropismasuk
dalam kategori ini.
Ø Pantai
Diakibatkan badai
laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau hurikan). Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon
ekstratropismasuk
dalam kategori ini.
Ø Peristiwa
Alam
Diakibatkan oleh
peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain seperti gempa bumi dan
letusan gunung berapi.
Ø Manusia
Kerusakan akibat
aktivitas manusia, baik disengaja atau tidak merusak keseimbangan alam
Ø Lumpur
Banjir
lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian. Sedimen
kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi tetap atau
penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui ketika mulai mencapai
daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses lembah bukit, dan tidak sama
dengan aliran lumpur yang diakibatkan pergerakan massal.
Ø Lainnya
Banjir dapat terjadi
ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya akibat hujan) dan tidak
dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah atau penguapan rendah). Rangkaian
badai yang bergerak ke daerah yang sama. Berang-berang pembangun bendungan dapat membanjiri wilayah perkotaan dan pedesaan
rendah, umumnya mengakibatkan kerusakan besar.
Adapun
penyebab banjir lainnya yang dapat didefinisikan antara lain sebagai berikut :
ü Hujan
Tingginya curah hujan menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Hal ini
dapat dilihat dari statistik terjadinya bencana alam banjir umumnya terjadi
pada setiap musim penghujan. Ketika intensitas hujan meningkat maka akan
terjadi pula peningkatan debit air. Apabila suatu daerah tidak memiliki sistem
pengairan atau resapan air yang baik, maka potensi terjadinya banjir di tempat
tersebut lebih besar.
ü Pembuangan sampah yang tidak pada
tempatnya
Di daerah perkotaan, inilah salah satu kontributor terbesar dalam hal
penyumbatan saluran air seperti gorong-gorong atau got membuat aliran air
terhambat sehingga tidak dapat mengalir ke tempat lain. Kesadaran masyarakat sekitar
untuk tidak membuang sampah ke sungai atau selokan diperlukan untuk mengurangi
banjir.
ü
Kurangnya daerah resapan air
Tata ruang buruk seperti tidak adanya taman kota atau pembangunan pada
tanah olahan kosong mengakibatkan hilangnya daerah yang seharusnya menjadi
daerah untuk resapan air . Pengaturan tempat pemukiman sebaiknya berada
pada tanah yang memang memiliki resapan air rendah bukan pada tanah terbuka
berdaya serap tinggi.
C. Tindakan Untuk Mengatasi Banjir
Untuk menanggulangi terjadinya banjir,
maka dibutuhkan cara penanggulangan sebagai berikut:
1. Pengoptimalan sungai ataupun selokan,
sungai ataupun selokan sebaiknya dipelihara dan dipergunakan sebagaimana
mestinya. Sungai ataupun selokan tidak untuk tempat pembuangan sampah.
Kebersihan air dan deras arusnya harus di pantau setiap saat sekedar untuk
mengamati jika sewaktu-waktu terjadi banjir.
2. Larangan pembuatan rumah penduduk di
sepanjang sungai, tanah di pinggiran sungai tidak seharusnya digunakan
sebagai areal pemukiman penduduk. Selain menyebabkan banjir, juga tatanan pola
masyarakat menjadi tidak teratur.
3. Melaksanakan program tebang pilih dan
reboisasi, pohon yang telah ditebang seharusnya ada penggantinya.
Menebang pohon yang telah berkayu kemudian tanam kembali tunas pohon yang baru.
Ini bertujuan untuk regenerasi hutan agar tidak gundul.
4. Mempergunakan alat pendeteksi banjir
sederhana, untuk memantau tanda-tanda terjadinya banjir, dibutuhkan
suatu alat pendeteksi banjir. Alat pendeteksi ini dibuat secara sederhana agar
masyarakat mampu untuk membuatnya.
Banyak yang bisa kita lakukan dalam
mengatasi masalah banjir yang terjadi didaerah maupun dikota dan
dinegara-negara yang pernah terkena banjir. Sebagai berikut adalah
langkah-langkah dalam mengatasi banjir :
Ø Tidak membangun pemukiman di daerah
sekitar sungai
Kepadatan penduduk di kota besar
selalu diimbangi dengan rendahnya ketersediaan lahan untuk rumah tinggal.
Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat ikut memberikan andil dalam hal ini.
Ketika daerah pinggiran sungai dijadikan tempat tinggal maka tentu saja daerah
resapan air akan semakin berkurang. Selain itu kala banjir, korban pertama
adalah mereka yang tidak di daerah pinggiran sungai. Diperlukan kebijakan
pemerintah dalam merelokasikan warga yang sudah bermukim disana sekaligus
menekan laju urbanisasi.
Ø Perbanyak ruang terbuka hijau (RTH)
RTH di kota besar seharusnya sekitar
30% dari luas kota. Sayangnya di lapangan, ruang terbuka hijau hanya sekitar
10% padahal ini adalah salah satu sarana untuk mengatasi banjir karena ketika
hujan turun, air dapat diserap secara maksimal. Di luar itu, RTH berguna untuk
mengurangi polusi, menjadi tempat olahraga, bermain, dan bersantai warga
Ø Menanam pohon
Hal ini bisa dilakukan di pekarangan
rumah, kantor, sekolah dan tempat umum lainnya. Keberadaan pohom dapat
menciptakan kota yang hijau, membantu mengurangi polusi udara, memperbanyak
resapan air
Ø Membuat Lubang Resapan Biopori (LRB)
Banyak masyarakat kita belum
mengerti seperti apa dan gunanya biopori. Hal seperti ini bisa ditangani dengan
sosialisasi oleh pemerintah atau lembaga masyarakat setempat. Di Bandung,
Walikotanya sengaja membuat program sejuta biopori dengan mengajak warga. Cara
ini cukup berhasil karena di tiap RT minimal mempunyai 1 biopori dan banyak
dari masyarakat yang kemudian mengerti tentang LRB. Biopori berguna untuk
mengurangi jumlah air hujan atau air dari saluran pembuangan di permukaan
tanah. Biopori sendiri merupakan sebuah lubang berdiameter 10 – 30
cm dengan kedalaman vertikal 80cm -100 cm. Setelah dibuat lubangnya,
diisi dengan batu kerikil pada dasarnya lalu ditutupi dengan sampah organik
seperti dedaunan.
Ø Penanganan sampah yang baik
Merubah kebiasaan masyarakat
tentunya bukan hal mudah oleh karena itu diperlukan penanganan tepat sasaran
dalam menangani masalah ini oleh pemerintah setempat. Kesadaran pribadi
masyarakat perlu ditingkatkan demi kebaikan bersama. Salah satu cara penanganan
sampah yang baik adalah selain membuang sampah pada tempatnya yaitu memisahkan
antara sampah organik dengan non organik demi mempercepat proses pengolahan
sampah
Selain Indonesia, ternyata ada
beberapa Negara seperti India dan China yang tergolong rawan banjir dan
didatangi banjir rutin tiap tahunnya. Penyebabnya bervariasi tapi banjir selalu
mendatangkan kerugian besar. Menurut seorang peneliti di pusat studi bencana
alam Universitas Gajah Mada, Indonesia berada di urutan ketiga negara rawan
banjir. India berada di posisi pertama disusul oleh China. Bukan hanya masalah
di negeri ini, banjirpun menjadi masalah banyak negara. Selain indonesia, India
dan China adalah negara yang tergolong rawan banjir. Setiap tahun banjir rutin
menyambangi ketiga negara ini. Apabila pengertian banjir ini dipahami oleh
masyarakat luas maka potensi terjadinya banjir dapat dikurangi secara
signifikan karena manusia memiliki kontribusi yang tidak sedikit akan
terjadinya banjir.
D.
Pola Pengendalian Banjir
Berikut adalah
pola dalam pengendalian banjir antaranya adalah :
1. Pengendalian
banjir dilakukan dengan prinsip pengendalian secara terpadu.
2.
Pengendalian dimulai dari hulu dengan mengoperasikan waduk-waduk untuk
pengendalian banjir. Waduk yang mempunyai kemampuan untuk menampung limpasan
air (banjir) adalah waduk dengan pola operasi tahunan
3. Pengaturan tinggi muka air dan debit
yang mengalir di sungai akibat pembendungan dilakukan dengan mengatur operasi
pintu air di bendungan atau bendungan yang secara berantai.
2.2 Sistem Pengelolaan Kekeringan
A. Definisi Kekeringan
Letak geografis diantara dua benua,
dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor
klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini
menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang
sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO).
ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di
Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan
analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan
terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya
awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya
kekeringan. Beberapa definisi kekeringan antara lain sebagai berikut :
1.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan
(beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu
wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di
bawah rata-rata. Musim kemarau
yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah
akan habis akibat penguapan (evaporasi),
transpirasi,
ataupun penggunaan lain oleh manusia.
2. Secara umum pengertian kekeringan
adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan
hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
3. Kekeringan
merupakan salah satu bentuk kondisi ekstrim dan kejadian alam yang kejadiannya
tidak dapat dihindari serta karakteristiknya masih menyimpan ruang yang luas
untuk dipelajari dan dikaji lebih mendalam. Kekeringan seringkali ditanggapi
dengan pemahaman yang berbeda-beda.
4. Kekeringan adalah suatu kejadian
akibat faktor Perubahan iklim/cuaca, faktor hidrologis dan faktor agronomis
yang mengakibatkan kerugian bagi mahluk hidup.
5. Secara umum oleh UN-ISDR (2009)
sebagai kekurangan curah hujan dalam suatu periode waktu, biasanya berupa sebuah
musim atau lebih, yang menyebabkan kekurangan air untuk berbagai kegiatan,
kelompok, atau sektor lingkungan.
B.
Pendekatan dan Indeks Kekeringan
Indeks kekeringan
merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi
kejadian kekeringan. Kekeringan memiliki karakter multi-disiplin yang membuat
tidak adanya sebuah definisi yang dapat diterima oleh semua pihak di dunia.
Demikian pula tidak ada sebuah indeks kekeringan yang berlaku universal
(Niemeyer, 2008). Perlunya mengembangkan indeks kekeringan adalah:
a) Secara ilmiah diperlukan indikator untuk mendeteksi, memantau dan
mengevaluasi kejadian kekeringan.
b) Perkembangan teknologi pengambilan data dan metodologi analisis juga
memberikan arah baru pengembangan indeks.
c) Kebutuhan para pemangku kepentingan
untuk pelaksanaan alokasi air di lapangan.
Indeks kekeringan di
Turki (Ceylan, 2009) menggunakan kombinasi antara hujan dan tampungan air di
waduk. Status kekeringan adalah: (1) Normal jika hujan berada dalam
kondisi normal, dan air tampungan di waduk memenuhi untuk 120 hari; (2) Awas,
jika hujan dibawah normal, dan air tampungan di waduk antara 90 sampai 120 hari;
(3) Waspada, jika hujan dibawah normal dan air di waduk hanya cukup
untuk 60 sampai 90 hari; dan (4) Darurat, jika hujan dibawah normal, dan
tampungan air di waduk hanya mampu untuk paling banyak 60 hari.
C.
Strategi Penanggulangan Kekeringan
Sasaran penanggulangan kekeringan
ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang ditimbulkan akibat
kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dilakukan melalui: pembuatan
sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air, penyediaan air minum dengan
mobil tangki, penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan, penyediaan
pompa air, dan pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti
gilir giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait. Dampak Sosial penyelesaian konflik antar pengguna air.
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait. Dampak Sosial penyelesaian konflik antar pengguna air.
a) Pengalokasian program padat karya di
daerah-daerah yang mengalami kekeringan.
Dampak Ekonomi.
Dampak Ekonomi.
b) Peningkatan cadangan air melalui
pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan
daerah tangkapan air, penghentian perusakan hutan, dll.
c) Peningkatan efisiensi penggunaan air
melalui gerakan hemat air dan daur ulang pemakaian air.
d) Mempertahankan produksi pertanian,
peternakan, perikanan, dan kayu/hutan melalui diversifikasi usaha.
e) Meningkatkan pendapatan petani dan
perdagangan hasil pertanian melalui perbaikan sistem pemasaran.
f) Mengatasi masalah transportasi air
dengan menggunakan alternatif moda transportasi lain atau melakukan stok bahan
pokok. Dampak Keamanan.
g) Mengurangi kriminalitas melalui
penciptaan lapangan pekerjaan.
h) Mencegah kebakaran dengan
meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.
Dampak Lingkungan.
Dampak Lingkungan.
i) Mengurangi
erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
j) Mengurangi
beban limbah sebelum dibuang ke sumber air.
k) Meningkatkan daya dukung sumber air
dalam menerima beban pencemaran dengan cara pemeliharaan debit sungai.
l) Membangun
waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim kemarau.
m) Mempertahankan kualitas udara (debu,
asap, dan lain-lain) melalui pencegahan pencemaran udara dengan tidak melakukan
kegiatan yang berpotensi menimbulkan kebakaran, yang menimbulkan terjadinya
pencemaran udara.
n) Mencegah atau mengurangi kebakaran
hutan dengan pengolahan lahan dengan cara tanpa pembakaran.
Untuk mempertahankan persediaan padi
nasional dan menyelamatkan kehidupan para petani, perlu ada upaya penanganan
kekeringan ini. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Pembuatan
embung, sebagai penampung air hujan, embung dapat menjadi
penyedia air pada saat musim kemarau tiba, terutama di awal musim kemarau.
Keberadaan embung dapat menyelamatkan tanaman yang ”terjebak” oleh datangnya
musim kemarau. Ketersediaan air dalam embung tergantung dari kapasitas embung
itu sendiri. Dengan kata lain, semakin besar kapasitas embung, semakin lama air
yang tersedia dan semakin banyak lahan yang bisa diairi.
2. Memperbaiki
saluran dan sarana irigasi, dewasa ini banyak sekali saluran
irigasi yang kondisinya sudah rusak, temboknya retak-retak, dan lain-lain.
Kondisi seperti ini akan memperbanyak kebocoran air di perjalanan. Sebab, air
akan banyak meresap dan terbuang ke dalam tanah sehingga semakin ke hilir debit
airnya makin berkurang. Karena itu, perbaikan saluran yang rusak dapat
mempertahankan debit air dari hulu hingga ke tempat tujuan, hilir.
3. Mengatasi waduk
dari pendangkalan, salah satu permasalahan yang
dihadapi dalam pemeliharaan waduk adalah terjadinya pendangkalan. Pada tahap
selanjutnya, pendangkalan dapat mengurangi kapasitas waduk dalam manampung
volume air sehingga pada musim kemarau waduk cepat mengering. Salah satu
penyebab pendangkalan adalah adanya sedimentasi butiran tanah yang di bawa oleh
aliran sungai dari daerah hulu akibat rusaknya ekosistem hulu.
4. Melakukan
penghijauan dan mengurangi konversi lahan di daerah hulu, berkaitan
dengan pendangkalan waduk, penghijauan dapat mengurangi terjadinya sedimentasi.
Tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kosong dapat menjaga/mengikat butiran
tanah saat terjadi hujan. Tanaman yang rapat juga dapat meningkatkan kemampuan
tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi aliran permukaan dan penguapan
sehingga air tanah akan tersedia lebih lama. Dengan demikian, pasokan air untuk
waduk tetap kontinyu dengan fluktuasi debit yang relatif kecil. Sebaliknya,
konversi lahan di derah hulu dapat mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap
air hujan. Akibatnya, pada saat musim hujan, air akan lebih banyak dialirkan
melalui permukaan dan pada saat musim kemarau air cepat mengering sehingga
pasokan air ke waduk tidak kontinyu.
5. Memberikan
peringatan dini akan terjadinya kekeringan, peringatan
dini oleh instansi pemerintah (nasional dan daerah) sangat penting dilakukan.
Adanya peringatan dini dapat memberikan pertimbangan dan informasi bagi para
petani kapan harus menanam dan kapan tidak boleh menanam, sehingga tanamannya
tetap aman dan tidak terjebak oleh musim kemarau.
6. Memberikan
bantuan pompa air, pada beberapa daerah, para petani memiliki ketergantungan
yang sangat tinggi terhadap pompa air. Pompa air sangat dibutuhkan pada saat
pengadaan air dari irigasi tidak ada atau tidak mencukupi. Pada saat itu, salah
satu upaya para petani dalam mengatasi kelangkaan air ini adalah dengan memompa
air dari sungai-sungai atau sumber air sekitar. Karena itu, bantuan pengadaan
pompa dari pemerintah dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi
kekurangan air. Masalahnya, bahan bakar yang bisa menghidupkan mesin ini
harganya telah melangit. Ketujuh, mengintensipkan pembuatan kincir air.
Pada beberapa tempat di Indonesi,
pembuatan kincir air pada aliran sungai sudah dilakukan guna mengatasi
kekurangan air bagi lahan pertanian. Pembuatan kincir ini hendaknya
disosialisasikan oleh pemerintah kepada daerah lain yang memiliki aliran
sungai, tapi belum membuatnya. Meski pengadaan bahan bakunya murah dan mudah
didapat, pembuatan kincir ini sering mendapat kendala, yakni mengeringnya
sungai. Karena itu, penghijauan di daerah hulu merupakan hal yang sangat
penting dilakukan dalam mengatasi kekurangan air akibat kekeringan.
D.
Respon dan Mitigasi
Tentu saja respon masyarakat sangat
diperlukan dalam menanggapi masalah kekeringan. Kerena kekeringanlah sangat
merugikan masyarakat serta makhluk hidup lainnya. Istilah mitigasi bencana yang
merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan
untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum
bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko
jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi
struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi
untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya
mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya
seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi
bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta
dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Mitigasi
bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,
peringatan dan persiapan.
1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan
untuk mengidentifikasi populasi dan aset
yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana,
probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi
Bencana yang sangat penting untuk
merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi
peringatan kepada masyarakat tentang bencana
yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan
gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta
menggunakan berbagai saluran komunikasi
untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan
mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat
dan dipercaya.
3. Persiapan (preparedness).
Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang
membutuhkan pengetahuan tentang daerah
yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus
melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat
dan pemerintah daerah dan pemahamannya
sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah- langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak
akibat bencana. Selain itu jenis persiapan
lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya
bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha
keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana
(mitigasi struktur).
Hal yang perlu
dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta
maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:
1. Kebijakan
yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif
kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi
yang rawan bencana.
2. Kelembagaan
pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana,
penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan- kegiatan yang sifatnya preventif
kebencanaan;
3. Indentifikasi
lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat
terwujud koordinasi kerja yang baik;
4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang
merupakan pelaksanaan dari kebijakan
yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri
alam setempat yang memberikan
indikasi akan adanya ancaman bencana.
III. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Letak geografis diantara dua benua,
dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor
klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini
menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang
sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO).
ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di
Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan
analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan
terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya
awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya
kekeringan.
Indonesia merupakan negara beriklim
tropika humida (humid tropic) yang pada musim hujan mempunyai curah
hujan tinggi. Akibatnya di beberapa tempat terjadi banjir yang banyak
menimbulkan kerugian baik nyawa maupun harta benda. Kerugian ini akan semakin
besar kalau terjadi di kota-kota besar yang padat penduduknya. Untuk mengurangi
kerugian tersebut telah banyak usaha penanggulangan banjir yang dilakukan
seperti pembuatan tanggul banjir, tampungan banjir sementara, pompanisasai air
banjir, sudetan sungai, dll.
Usaha pengendalian banjir tersebut
belum memberikan hasil yang memuaskan, karena kejadian banjir terus
meningkat dari waktu ke waktu. Fenomena ini sudah kita sadari, karena
proses kejadian banjir memang sangat komplek, baik itu proses di lahan maupun
di jaringan sungainya. Oleh karena itu penanggulangan banjir tidak dapat
dilepaskan dari pengelolaan DAS, dan sumberdaya air secara keseluruhan.
Di sisi lain banjir merupakan salah satu sumberdaya alam yang cukup besar
potensinya. Apabila air banjir pada musim hujan dapat ditampung dan disimpan,
sehingga dapat menurunkan debit banjir, maka pada saat kekeringan dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia dan keperluan lain seperti irigasi,
pembangkit tenaga listrik, perikanan dan pariwisata. Dengan demikian, usaha
pengendalian banjir yang dilakukan sekaligus dapat mengurangi kerugian akibat
kekeringan.
Berikut adalah
pola dalam pengendalian banjir antaranya adalah :
1. Pengendalian
banjir dilakukan dengan prinsip pengendalian secara terpadu.
2.
Pengendalian dimulai dari hulu dengan mengoperasikan waduk-waduk untuk
pengendalian banjir. Waduk yang mempunyai kemampuan untuk menampung limpasan
air (banjir) adalah waduk dengan pola operasi tahunan
3. Pengaturan tinggi muka air dan debit
yang mengalir di sungai akibat pembendungan dilakukan dengan mengatur operasi
pintu air di bendungan atau bendungan yang secara berantai.
Kekeringan perlu dikelola dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1) terus meningkatnya luas sawah
yang terkena kekeringan sehingga berdampak pada penurunan produksi sampai gagal
panen; 2) terjadinya kekeringan pada tahun yang sama saat terjadi anomali iklim
maupun kondisi iklim normal; 3) periode ulang anomali iklim cenderung acak
sehingga sulit untuk dilakukan adaptasi; 4) kekeringan berulang pada tahun yang
sama di lokasi yang sama; 5) dampak anomali iklim bervariasi antara wilayah; 6)
kekeringan hanya dapat diturunkan besarannya dan tidak dapat dihilangkan.
Dengan pertimbangan tersebut sehingga diperlukan pengelolaan terencana dengan
semua pemangku kepentingan.
Komentar
Posting Komentar